Kamis, 28 November 2013

Pengertian Pajak

Pajak adalah iuran maupun kontribusi kepada negara oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU dan masyarakat tidak mendapat balas jasa secara langsung tetapi demi kemakmuran masyarakat umum  

FUNGSI PAJAK

1.      Fungsi budgetair, yang disebut pula sebagai fungsi penerimaan dan sumber utama kas negaraPajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Contoh : Pendapatan APBN di sektor Migas dan Non migas
2.      Fungsi reguler, yang disebut pula sebagai fungsi mengatur / alat pengatur kegiatan ekonomi. Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang social dan ekonomi. Sebagai contoh yaitu dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan, demikian pula terhadap barang mewah.
3.      Fungsi alokasi, yang disebut pula sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Kas negara yang telah terisi dan bersumber dari pajak yang telah terhimpun, harus dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan dalam segala bidang.
4.      Fungsi distribusi, yang disebut pula sebagai alat pemerataan pendapatan. Wajib pajak harus membayar pajak, pajak tersebut digunakan sebagai biaya pembangunan dalam segala bidang. Pemakaian pajak untuk biaya pembangunan tersebut, harus merata
ke seluruh pelosok tanah air agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatinya bersama.  

JENIS PAJAK
1.      Jenis pajak menurut sifatnya :
a.       Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang bersangkutan. Contoh : Pajak penghasilan.
b.      Pajak tak langsung adalah  pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contoh : Pajak pertambahan nilai.
Pembagian pajak menurut sifatnya dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciri-ciri prinsip :
c.       Pajak subyektif adalah pajak yang berdasarkan pada subyeknya yang selanjutnya dicari syarat obyektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPh.
d.      Pajak obyektif adalah pajak yang berdasarkan pada obyeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : PPN dan PPNBM.
2.      Jenis pajak menurut pemungutannya :
a.       Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : PPh, PPN, PPNBM.
b.      Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh : PBB,Pajak reklame, Pajak hiburan, BPHTB, Pajak Hotel.
3.      Jenis pajak menurut Subyek pajaknya :
a.       Pajak perseorangan.
b.      Pajak badan.
4.      Jenis pajak menurut asalnya :
a.       Pajak dalam negeri adalah pajak yang diperoleh dari seluruh warga negara Indonesia yang menetap di Indonesia.
b.      Pajak luar negeri adalah pajak yang diperoleh dari orang-orang asing yang berpenghasilan di Indonesia.
5.      Jenis pajak menurut obyek pajaknya :
a.       Obyek pajak keadaan.
Contoh : PPh dan PBB.
b.      Obyek pajak kejadian.
Contoh : bea keluar dan bea masuk.
c.       Obyek pajak pemakaian.
Contoh : bea cukai dan materai.
d.      Obyek pajak perbuatan.
Contoh : PPN.


Rabu, 27 November 2013

Cara Mengembalikan File yang Hilang Karena Virus di Flashdisk

1. Ketik CMD pada kotak dialog run, kemudian enter untuk menampilkan comand prompt
- Sebelumnya, anda cari lokasi flasdisk anda Apakah drive letter nya di I ? di H ? atau di G ? nah, jika misalnya posisi flasdisk anda pada drive letter H, maka ketikan "H:" (tanpa tanda kutip) lalu enter.
- Kemudian masukan attribut "attrib -r -a -s -h *.* /s /d /l " (tanpa tanda kutip) lalu kemudian enter.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAhfKeILqsJof3XTDlkvbL-ZeFM7IHE8HWk9L9c54AThb-P8aRHySqIvASfUJKIGTTV7MEo43aDc1EdPWjy4WZl49UKyEkNQaV6m0HhQsC_qjO0jq6ZBgf-DOtnb5e4Wbe_MoFsyZ3aBH5/s640/comand+prompt.jpg


2. Jika file yang hilang itu banyak, maka akan membutuhkan loading beberapa menit. Jika sudah selesai dan file anda sudah kembali silahkan tutup comand prompt, kemudian kembalikan settingan pada langkah 3 seperti semula. Jika tidak anda kembalikan, maka akan banyak sekali file system yang aneh, khawatirnya nanti tanpa sengaja anda kemudian mendelet file tersebut.


Minggu, 24 November 2013

TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK

TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
                                Setelah Wajib Pajak memiliki NPWP, kewajiban yang harus dilaksanakan selanjutnya adalah membayar pajak sehubungan dengan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai / Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN &PPnBM). Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
                                Sesuai dengan pasal 3 ayat (3) UU No 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum pajak dan tata cara perpajakan yang di ikuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tanggal 5 April 2010 batas waktu penyampaian SPT diatur :
  1. Untuk SPT Masa, paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak
  2. Untuk SPT Tahunan, palin lambat 3 bulan setelah akhir tahun pajak
Batas waktu pembayaran (Penyetoran Pajak)
ž   Pertama, untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21/26 dan PPh Pasal 23/26, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
ž  Kedua, untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP  dan Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masanya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
ž  Ketiga, untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP Kriteria Tertentu , maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir masa pajak terakhir, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
ž  Keempat, untuk PPh Pasal 22, PPN dan PPn BM oleh Bea Cukai, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah 1 (satu) hari setelah dipungut, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada hari kerja terakhir minggu berikutnya (melapor secara mingguan).
ž  Kelima, untuk PPh Pasal 22 Bendahara Pemerintah maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada hari yang sama saat penyerahan barang, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 14 bulan berikutnya.
ž  Keenam, untuk PPh Pasal 22 Pertamina, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelumdelivery order dibayar.
ž  Ketujuh, untuk PPh Pasal 22 Pemungut Tertentu maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
ž  Kedelapan, untuk PPN dan PPn BM bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
ž  Kesembilan, untuk PPN dan PPn BM bagi Bendaharawan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 7 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 14 bulan berikutnya.
ž  Kesepuluh, untuk PPN dan PPn BM bagi Pemungut Non Bendaharawan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 bulan berikutnya.
ž  Kesebelas, untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPN dan PPnBM bagi WP Kriteria Tertentu, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sesuai batas waktu per SPT Masa, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.
ž  Keduabelas, untuk PPh WP OP, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP OP disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.
ž  Ketigabelas, untuk SPT Tahunan PPh WP Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP Badan disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.
ž  Terakhir, keempatbelas, untuk PBB, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebagaimana tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB.
SANKSI TERLAMBAT MEMBAYAR PAJAK
                                Menteri Keuangan mempunyai kewenangan mementukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak terutang sebagai batas waktu untuk suatu saat atau masa pajak masing masing jenis pajak, paling lama 15 hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.Keterlambatan dalam pembayaran dan penyetoran berakibat di kenai sanksi berupa bunga sebesar 2% /bulan yang di hitung tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Contoh
                PT Aman untuk tahun 2008 sebesar Rp10.000.000 /bulan. Ternyata PPH Pasal 25 bulan Juni 2008 dibayar tanggal 18 Juli 2008. Pada tanggal 15 Juli 2008 di terbikan surat tagihan pajak, maka perhitungan sanksi bunga dalam STP di hitung untuk 1 bulan
                1 x 2% x 10.000.000 = Rp 200.000,00
PENGAJUAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK
                                Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2008 mengatur tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak.
                                Dalam ketentuan ini diatur mengenai Tata Cara pengajuan permohonan bagi Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang masih harus dibayar atas STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, serta PPh pasal 29.
Tata cara pengajuan permohonan bagi Wajib Pajak :
1)      Permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran utang pajak harus diajukan secara tertulis paling lama 9 (sembilan) hari kerja sebelum jatuh tempo pembayaran, disertai dengan alasan dan bukti yang mendukung permohonan serta jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk diangsur, masa angsuran dan besarnya angsuran; atau jumlah pembayaran pajak yang dimohon untuk ditunda dan jangka waktu penundaan.
2)      Bila dalam batas waktu 9 hari kerja setelah tanggal jatuh tempo tidak dapat di penuhi oleh wajib pajak, permohonan wajib pajak masih dapat dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3)      Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan atas permahonan berupa menerima seluruhnya, menerima sebagian atau menolak, paling lama 7 hari kerja setelah tanggal diterimanya permohonan.
4)      Bila jangka waktu tersebut pada butir ke 3 teleh lewat, dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan wajib pajak dianggap di terima.
5)      Surat keputusan yang menerima seluruhnya atau sebagaian dengan jangka waktu masa angsuran atau penundaan tidak melebihi 12 bulan.
6)      Terhadap utang pajak yang telah diterbitkan surat keputuan dimaksud tidak dapat lagi diajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran.
Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak
ž  Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar atau berdomisili.
ž  Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
¡  PPh, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
¡  PPN, apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut, atau
¡  PPnBM, apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
¡  SKPLB diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lama 12 bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
ž  Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 bulan setelah jangka waktu berakhir. Apabila SKPLB terlambat diterbitkan, kepada WP diberikan imbalan bunga sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1 bulan tersebut sampai dengan saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.



Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)

A. Pengantar
1. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
a.       Pajak Objektif. Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak menjadi penentu kecuali untuk kasus tertentu.
b.      Dikenakan pada setiap rantai distribusi (Multi Stage Tax). Sepanjang suatu transaksi memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP Penjual berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan kemudian menyetorkan ke Kas Negara dan melaporkannya.
c.       Menggunakan mekanisme pengkreditan. Sesuai dengan namanya maka pada hakekatnya PPN hanya dikenakan atas nilai tambah yang terjadi atas BKP karena adanya proses pabrikasi maupun distribusi. Oleh karena itu PPN yang terutang dalam suatu Masa Pajak diperhitungkan terlebih dahulu dengan PPN yang telah dibayarkan oleh PKP pada saat pembelian bahan baku dan faktor produksi lainnya, sehingga meskipun PPN dikenakan beberapa kali namun tidak menimbulkan efek pajak berganda.
d.      Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri. Oleh karena itu salah satu syarat dikenakannya PPN atas suatu transaksi adalah bahwa BKP/JKP dikonsumsi di dalam Daerah Pabean. Hal inilah yang mendasari pengenaan PPN dengan tarif 0% atas kegiatan ekspor sedangkan untuk kegiatan impor tetap dikenakan PPN 10%.
e.       Merupakan beban konsumen akhir. PPN merupakan pajak tidak langsung sehingga beban pajaknya bisa dialihkan oleh PKP. Pengenaan PPN yang dilakukan beberapa kali tidak menjadi beban PKP karena beban PPN tersebut pada akhirnya akan dialihkan kepada konsumen yang menikmati BKP pada rantai terakhir.
f.       Netral terhadap persaingan. PPN bukan merupakan beban yang menambah harga pokok penjualan karena PPN menganut sistem pengkreditan yang memungkinkan PPN yang dibayarkan pada saat pembelian diperhitungkan dengan PPN yang harus dipungut saat penjualan.
g.      Menganut destination principle. Untuk menentukan suatu transaksi dikenakan PPN atau tidak, terlebih dahulu harus dilihat di negara mana pihak konsumen berada. Apabila konsumen berada di luar negeri maka transaksi tersebut tidak dikenakan PPN karena PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri.
2. Dasar Hukum
a.       Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 yang tetap dinamakan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
c.       Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
d.      Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006.
e.       Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.
f.       Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007.
 3. Istilah Umum 
a.       Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
b.      Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
c.       Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam huruf b yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
d.      Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
e.       Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
f.       Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf e yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
g.      Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf f.
h.      Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
i.        Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.
j.        Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean karena suatu perjanjian di dalam Daerah Pabean.
k.      Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean.
l.        Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.
m.    Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
n.      Pengusaha adalah orang pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud dalam huruf m yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
o.      Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam huruf n yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
p.      Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.
q.      Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
r.        Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
s.       Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
t.        Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini.
u.      Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga           Barang Kena Pajak tersebut.
v.      Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.
w.    Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
x.      Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
y.      Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak.
z.       Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
aa.   Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.

B. Objek Pajak
1. Objek Pajak Pertambahan Nilai
a.       penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.      impor Barang Kena Pajak;
c.       penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.      pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e.       pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.       ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
2. Barang Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
a.       barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya;
b.      barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c.       makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;
d.      uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
3. Jasa Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
a.       jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b.      jasa di bidang pelayanan sosial;
c.       jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
d.      jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e.       jasa di bidang keagamaan;
f.       jasa di bidang pendidikan;
g.      jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
h.      jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i.        jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
j.        jasa di bidang tenaga kerja;
k.      jasa di bidang perhotelan;
l.        jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
4. Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah
a.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :

§  kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi;
§  kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga;
§  kelompok mesin pengatur suhu udara;
§  kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio;
§  kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya.

b.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah:

§  kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang disebut pada huruf a;
§  kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya;
§  kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain yang disebut pada huruf a;
§  kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering, pesawat elektromagnetik dan instrumen musik;
§  kelompok wangi-wangian;

c.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah:

§  kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
§  kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada huruf a.

d.      Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah :

§  kelompok minuman yang mengandung alkohol;
§  kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;
§  kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool;
§  kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;
§  kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;
§  kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang disebut pada huruf c, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
§  kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak;
§  kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara;
§  kelompok jenis alas kaki;
§  kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;
§  kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramik;
§  Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu jalan atau batu tepi jalan.

e.       Kelompok Barang kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen), adalah:

§  kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;
§  kelompok pesawat udara selain yang dimaksud pada huruf d, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga;
§  kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada huruf a dan huruf c;
§  kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

f.       Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :

§  kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang disebut pada huruf d;
§  kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya;
§  kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.

g.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :

§  kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder; dan
§  kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

h.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah :

§  kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api atau dengan nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc; dan
§  kendaraan bermotor dengan kabin ganda (Double cabin), dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3 (tiga) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan semua kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 (lima) ton.

i.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa:

§  kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc; dan
§  kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.

j.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, berupa :

§  kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc;
§  kendaraan bermotor dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 3000 cc; dan
§  kendaraan bermotor dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc.

k.      Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) adalah semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.
l.        Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 60% (enam puluh persen), adalah:

§  kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan 500 cc; dan
§  kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam itu.

m.    Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah :

§  kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc;
§  kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc;
§  kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc;
§  trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.

n.      Kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah:
§  kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, dan kendaraan angkutan umum;
§  kendaraan bermotor yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan;
§  kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang atau lebih termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan semua kapasitas isi silinder, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI;
§  kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI.
C. Tarif Pajak

1. Pajak Pertambahan Nilai
a.       Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
b.      Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen).
c.       Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).
2. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
a.       Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).
b.      Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).

D. Cara Menghitung Pajak
1.      Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak.
2.      Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
3.      Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.
4.      Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.
5.      Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
6.      Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
7.      Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
8.      Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
9.      Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk:
§  perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
§  perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
§  perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
§  pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
§  perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana;
§  perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
§  pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
§  perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
§  perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
10.  Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.